Perlu atau tidaknya mengenalkan hukum pada anak sebenarnya merupakan pertanyaan yang kurang relevan. Mengapa demikian? Karena disadari atau tidak hukum sudah dikenalkan kepada anak-anak kita melalui tontonan televisi tentang kasus-kasus hukum, dan sisi hukum dari dinamika politik, serta melalui kejadian sehari-hari yang kadang biasa bagi ayah bunda namun tanpa kita sadari memberikan gambaran hukum yang dalam bagi anak-anak.

Sayangnya, wajah hukum yang dikenalkan melalui televisi dan kejadian sehari-hari itu seringkali buruk dan justru tidak mengenalkan hukum secara benar mengingat hukum dikenalkan melalui pelanggarannya, melalui kerumitan prosesnya dan melalui ancaman dan hukuman yang tersimpan dalam hukum, bukan melalui nilai-nilai dan tujuannya yang luhur, contoh-contoh kebaikan capaiannya atau melalui kebutuhan manusia kepada hukum. Karena hukum secara luas dikenalkan secara a contrario dan cenderung negatif, maka menjadi lebih relevan apabila judul pertanyaan di atas diubah menjadi perlu atau tidaknya mengenalkan hukum secara benar kepada anak.

Untuk menjawab perlu atau tidaknya mengenalkan hukum secara benar pada anak, mula-mula kita harus mengidentifikasi apakah anak memiliki hubungan yang erat dengan hukum, atau dengan kata lain apakah hukum mempunyai peran penting dalam tumbuh kembang anak.

Menjawab pertanyaan ini, kita menyadari bahwa hukum adalah salah satu instrumen selain orang tua yang secara tegas memberikan perlindungan kepada anak bahkan sejak dalam kandungan berupa hak kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diatur dalam konstitusi. Hukum juga mengatur hak-hak anak baik terhadap orang tua, pendidik dan terhadap negara. Pada tahap ini anak-anak perlu dikenalkan kepada hukum untuk mengenal hak dan kewajibannya.

Jika hanya untuk mengenal hak dan kewajiban anak, apakah tidak cukup hanya orang tua yang mengetahuinya, sebab bukankah hak anak itu akan dipenuhi atau diusahakan oleh orang tuanya? Sebagian besar hak-hak anak memang menjadi kewajiban orang tua untuk memenuhi atau mengusahakan agar hak itu terpenuhi. Namun, disukai atau tidak, anak-anak mempunyai waktu bahkan dunianya sendiri yang otonom dan terpisah dari orang tuanya, mungkin saat dia sendiri, saat di sekolah atau saat bermain di luar rumah, dalam bahasa hukum: anak adalah subjek hukum bagi dirinya sendiri.

Mengingat secara yuridis anak sudah diakui sebagai subjek hukum, maka penting untuk mengenalkan hukum kepada anak karena ia harus bertanggungjawab atas perbuatannya khususnya yang berkaitan dengan orang lain. Pada tahap ini anak-anak perlu dikenalkan kepada hukum untuk mengenal tanggungjawab dan konsekwensi hukum perbuatannya.

Summa summarum, adalah penting bagi orang tua untuk mengenalkan hukum sebagai instrumen tunggal yang disepakati bersama untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Jika kita mengenalkan anak pada prinsip-prinsip keadilan, keberpihakan pada kebenaran dan moralitas yang adiluhung, saat itu sebenarnya kita sedang mengenalkan hukum pada anak.

Mengenalkan hukum kepada anak untuk mengenal hak, kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai subjek hukum, ternyata memberikan dampak resiprokal bagi perkembangan hukum itu sendiri. Manusia yang baik akan membuat hukum –yang buruk sekalipun- menjadi baik, persis seperti ungkapan the man behind the gun.

Dengan mendidik anak sebagai generasi penerus menjadi manusia yang memiliki hati nurani, rasa keadilan dan kepatuhan kepada hukum, maka kita boleh meletakkan harapan akan perbaikan hukum di masa mendatang. Hukum modern memang sudah demikian canggih, namun semakin lama ia semakin menjadi asing seiring menjauhnya penegakan hukum dari kutub keadilan. Karenanya, diperlukan orang-orang yang memiliki hati nurani untuk memberikan jiwa bagi hukum, untuk membuat hukum kembali menjadi manusiawi dan berkeadilan. Jika sulit mencarinya di antara para penegak hukum saat ini, maka jalan paling baik adalah membentuknya dari tunas-tunas muda yang masih bersih dan tidak berhutang pada kebobrokan hukum saat ini.