Melihat lantai berantakan setelah si kecil bermain kerap membuat tanduk kita keluar ya, Sahabat CC. Duh, sepertinya setiap hari tak pernah ada momen rumah rapi. Apalagi jika anak kita masih berusia 1-3 tahun, ada saja yang ia lakukan yang akhirnya membuat barang-barang berserakan.

Sahabat, jangan emosi dulu kalau melihat batita kita mulai mengeluarkan semua mainannya dari keranjang. Iya sih, setelah itu pasti akan berantakan, tapi sebetulnya itu adalah tahapan perkembangan yang memang akan ia lalui, lho.

Seorang tokoh psikologi perkembangan bernama Erik Erikson mengemukakan Teori Psikososial. Menurutnya usia tertentu memiliki tahapan perkembangan yang berbeda-beda. Khusus untuk anak usia 1-3 tahun, tahapan psikososialnya disebut “Autonomy versus Shame and Doubt”. Ia meyakini bahwa di usia tersebut anak tengah mengembangkan kemampuannya untuk mengeksplorasi lingkungan dan menyadari bahwa dirinya memiliki kontrol atas dirinya sendiri bahkan punya kemampuan untuk memilih.

Ciri Anak Pada Tahapan “Autonomy vs Shame & Doubt”

Siapa yang si kecilnya saat ini sedang suka menjawab “ga mau” saat kita minta ia melakukan sesuatu? Ini salah satu tandanya ia telah mulai menyadari bahwa dirinya punya pilihan. Atau adakah di antara Anda yang anaknya suka bermain dengan caranya sendiri? Misalnya mainan dilempar, kertas disobek-sobek, dinding dicoreti, sampai segala mainan dibongkar dan dipreteli. Sepertinya hampir semua orang tua mengurut dada ya kalau melihat yang seperti ini : )

Tapi itulah Sahabat, tahapan perkembangan si 1-3 tahun ini. Ia sedang semangat-semangatnya mengenal dunia yang ada di sekelilingnya. Ia ingin tahu tentang banyak hal termasuk benda-benda. Oo.. ini bisa dilempar, oo.. yang itu bisa saya pencet-pencet.. nah kalau mobil-mobilan ini bisa saya copot bannya, dan seterusnya. Seakan-akan, baginya mainan itu bukan hanya benda-benda lucu di dalam keranjang, tapi semua benda yang bisa dilihatnya adalah mainan.

Anak juga mulai menyadari bahwa ia punya kontrol atas tubuhnya, tangannya digunakan untuk menyentuh, melempar, dan memanipulasi benda. Kaki ia gunakan untuk berlari, melompat, menendang, berpindah dari kamar ke ruang tamu, dan seterusnya.

Ia pun mulai sadar kalau dirinya bisa memilih. Mau main robot atau bola, mau makan pisang atau roti, mau tidak disuruh mandi, mau tidak diajak tidur, dan seterusnya. Kembali ke teori Erikson tadi, inilah tahapan di mana anak mengembangkan kemandiriannya.

Tahap ini krusial karena jika kebutuhan mengeskplorasinya terpenuhi, ia dapat tumbuh menjadi anak yang mandiri. Sementara jika tidak diberi kesempatan, terlalu banyak dilarang dan dibatasi, maka dikhawatirkan anak rumbuh menjadi individu yang peragu. Itulah mengapa tahapan ini disebut autonomy vs shame and doubt.

Menerapkan Aturan Bermain Untuk Batita

Karena sekarang kita sudah memahami kenapa batita kita “senang” membuat rumah berantakan dengan mainannya, yuk kita bahas bagaimana kita menyikapinya.

Betul di usia ini anak diharapkan seluas mungkin mengeksplorasi lingkungannya, namun ini juga saat yang tepat bagi orang tua untuk mengajarkan keterampilan sosial kepada anak. Misalnya, apa yang dianggap baik dan buruk, apa yang boleh dan tidak boleh, serta apa yang diharapkan orang lain dan sebaliknya.

Artinya, saat anak sedang berkegiatan, ia juga harus menyadari bahwa ada aturan-aturan yang perlu ia pelajari. Misalnya saat selesai bermain, ia harus merapikan mainannya kembali. Atau jika ingin menggambar, ia bisa menggunakan kertas bukan malah mencoreti dinding. Atau jika memiliki mainan, ia juga harus menjaganya agar tidak rusak.

Sahabat, inilah beberapa tips untuk menerapkan aturan bermain pada anak usia 1-3 tahun. Yuk kita simak!

1 Pahami bahwa perilakunya adalah bagian dari perkembangan.

Karenanya, daripada memarahi anak sebaiknya kita konsisten mengingatkan tentang aturan yang perlu ia patuhi.

Contoh: sebelum mulai bermain, kita ingatkan bahwa setelahnya ia harus merapikannya kembali. Kita juga bisa menerapkan aturan maksimal 3 mainan dalam satu waktu. Jika ia ingin berganti mainan, maka ia harus merapikan dulu yang sebelumnya.

2 Memberikan contoh lebih baik daripada menceramahi.

Anak batita belum dapat diajak berdiskusi mendalam, karena itu contoh dari orang tua sangat diperlukan. Mari dampingi saat ia bermain sehingga aturan-aturan bermain dapat langsung diterapkan.

Contoh: saat anak mulai melempar mainan (selain bola tentunya), minta ia berhenti dan tunjukkan cara yang benar untuk memainkannya. Untuk contoh membereskan mainan, kita juga dapat menunjukkan padanya bahwa kita selalu merapikan barang yang kita pakai setiap selesai beraktifitas.

3 Perhatikan 2 aturan penting: tidak membahayakan dan tidak merusak.

Bebaskan anak saat bermain dengan 2 batasan penting ini. Apa yang ia lakukan tidak membahayakan dirinya maupun orang lain, dan apa yang ia lakukan tidak merusak benda-benda.

Contoh: segera hentikan saat anak berlari-lari di tangga, jelaskan dengan bahasa sederhana bahwa ia bisa sakit bila terjatuh. Contoh lainnya, bila anak suka mempreteli mainannya, ajarkan ia untuk memasangnya kembali. Bila ia belum bisa, maka berikutnya ia ingin melakukannya lagi, larang dan ingatkan bahwa ia tidak bisa lagi memainkannya jika mainannya rusak.

4 Koreksi dengan benar.

Saat kita ingin mengoreksi kesalahan anak, lakukan dengan cara yang tidak mempermalukannya. Jangan lupa, koreksi yang salah bisa membuat anak menjadi peragu dan malu untuk mencoba.

Contoh: Jika ia terus menerus gagal saat bermain puzzle, kita tidak mentertawakan atau menyebut anak “payah” sambil memasang kepingan puzzle yang benar. Ajak ia mencoba memutar kepingnya sampai pas atau mencoba kepingan yang lain.  Oya, apresiasi juga semua usaha anak ya, Sahabat.

5Berikan pilihan.

Untuk membantunya terorganisir sejak dini, berikan pilihan. Anak merasa tetap punya kontrol, namun ia juga lebih fokus saat bermain. Bayangkan jika anak langsung menumpahkan seluruh mainannya ke lantai, tentu ia akan bingung dan mudah teralihkan. Bisa jadi dalam hitungan detik ia sudah berganti mainan lagi sehingga tidak ada cukup waktu untuk mengekplorasi mainan tersebut.

Contoh: sebelum bermain berikan pilihan “Adek mau main mobil-mobilan atau koboi?”. Jika ia memilih mobil-mobilan, maka ia boleh mengeluarkan mobil, truk, motor, dan sebagainya. Simpan kembali keranjang agar perhatian anak tak teralih. Berikan anak waktu untuk mengeksplorasi mainan yang ia pilih sebelum ia ingin bermain yang lain.

Sahabat CC, itulah beberapa tips menetapkan aturan bermain untuk anak usia 1-3 tahun. Anak belajar lebih terorganisir saat bemain dan kitapun tak pusing lagi melihat mainannya berantakan. Selamat mencoba!

Photo by cottonbro from Pexels