Pemerintah menetapkan GENIUS, singkatan dari Gesit, Empati, Berani, Unggul, dan Sehat sebagai tema Hari Anak Nasional 2018.

Tak salah jika ‘gesit’ menjadi salah satu temanya. Selain manfaat kesehatan, anak yang gesit memiliki sejumlah keunggulan. Menurut KBBI gesit mengacu pada giat atau cekatan, tangkas, cepat. Anak dikatakan gesit apabila ia suka bergerak, tangkas dan cepat. Ia tidak lamban, lemas, atau malas bergerak. Tema ‘gesit’ ini mewakili perkembangan motorik pada anak, terutama motorik kasar.

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kemampuan motorik kasar yang berkembang baik mempengaruhi kemampuan anak dalam bidang lain. Christopher Bergland yang menulis buku “The Athlete’s Way” menjelaskan dalam artikelnya mengenai sebuah penelitian di Finlandia tahun 2013. Dikatakan bahwa semakin baik kemampuan motorik dan sistem kardiovaskular anak, maka semakin tinggi prestasinya dalam kemampuan membaca dan matematika. Masih dalam  artikel yang sama, ia membandingkan Finlandia yang termasuk negara Top 5 dalam bidang pendidikan dengan Amerika Serikat yang tertinggal di belakangnya. Ia melihat bahwa salah satu perbedaan kedua negara ini adalah tingkat aktivitas fisik yang dilakukan anak-anak Amerika Serikat sangat rendah karena telah digantikan dengan berjam-jam berada di depan layar televisi atau gadget.

Tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan gadget memang sangat masif pada “kids zaman now”. Apalagi jika kita membandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya yang masih lebih banyak bermain di luar rumah dengan beraktivitas fisik dan bersosialisasi.

Selain kemampuan membaca dan matematika, kita juga dapat menemukan ratusan penelitian lain yang mendukung bahwa anak yang aktif secara fisik memiliki kemampuan kognitif dan prestasi akademik yang lebih baik.

Hidral Abdurrahman, seorang pelatih futsal untuk timnas Indonesia dan tim Jawa Barat, sekaligus guru olahraga di sebuah SLB, menambahkan bahwa aktivitas fisik khususnya olahraga dapat mengembangkan motivasi berprestasi, keberanian, hingga rasa percaya diri anak. Selain itu, olahraga juga dapat membantu anak mengelola emosi, meningkatkan kemampuan sosial, dan menumbuhkan sportivitas.

Dari perbincangannya bersama Children Café, ada sejumlah tips yang bisa orang tua lakukan untuk memotivasi anak-anak agar mau bergerak dan berolahraga, yaitu:

  1. Mulailah dari diri sendiri

Sebagai role model, kita harus memberi contoh dan konsisten dalam melakukannya. Misalnya menggunakan gadget seperlunya saja dan mengisi waktu yang kosong dengan aktivitas fisik.

2. Mulailah dari yang mudah dan menyenangkan

Senang berlari, meloncat-loncat, dan bergerak bebas adalah hal yang alami pada anak-anak. Jadi sebetulnya tidak sulit untuk mengajak anak menggerakkan tubuhnya dan berolahraga.

Untuk memulai, banyak sekali aktivitas fisik yang sederhana dan disukai anak. Contohnya menari, berlarian di halaman, bermain bola dengan teman-teman, atau memanjat pohon. Bahkan kita bisa mengajak anak berjalan ke rumah tetangga, bermain jungkat-jungkit di taman komplek, membeli keperluan di warung dekat rumah, dan sebagainya. Bila kita masih ingat berbagai permainan tradisional saat kita kecil dulu, ajari anak memainkannya kembali.

Setelah anak menikmatinya, tingkatkan dengan mencoba aktivitas yang lebih menantang dan lama, seperti hiking, bersepeda jarak jauh, bermain skateboard, berolahraga dengan peraturan, dan seterusnya.

  1. Buatlah ativitas fisik menjadi rutinitas sehari-hari

Kita dapat menjadwalkannya di waktu yang paling sesuai, misalnya setelah anak tidur siang. Walaupun misalnya di sekolah anak mendapat pelajaran olahraga, aktivitas fisik bersama orang tua tetap perlu dilakukan untuk membangun kedekatan dan kelekatan. Ajak anak berpartisipasi dalam menentukan kegiatan apa yang ingin dilakukan.

Jika kita masih sulit meluangkan waktu setiap hari, maka buatlah jadwal mingguan, misalnya di akhir pekan. Yang terpenting adalah melakukannya dengan penuh semangat dan konsisten.

Agenda berolahraga atau beraktivitas fisik bersama ini dengan sendirinya akan mengurangi jadwal anak bermain gadget atau menonton televisi.

  1. Batasi proteksi

Terkadang kita khawatir mengajak anak beraktivitas fisik di luar rumah karena takut jatuh, banyak nyamuk, takut capek, takut sakit, dan lain-lain. Cobalah untuk mengurangi kekhawatiran itu dengan mempersiapkan apa yang dibutuhkan anak. Misalnya pakaikan jaket saat cuaca agak dingin, oleskan minyak anti nyamuk bila ia ingin berlari-larian di kebun, atau pakaikan celana panjang bila kita lihat banyak batu atau rintangan lain di tempatnya bermain.

Saat rasa khawatir kembali menyerang, kita perlu mengingat bahwa penting bagi anak untuk belajar mengenai emosi negatif, rasa sakit, rasa tidak nyaman, dan seterusnya. Mereka diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menghadapi perasaan-perasaan tidak nyaman tersebut sehingga menjadi orang dewasa yang capable di masa depan.

5. Berikan reward dengan bijak

Pemberian reward dapat berhasil apabila dilakukan dengan tepat dan tidak berlebihan. Pemberian reward dapat meningkatkan motivasi dan menumbuhkan keinginan untuk mencoba khususnya jika ingin membentuk kebiasaan baru. Begitu anak sudah konsisten dengan jadwal aktivitas fisiknya, reward dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Dalam tahapan ini, biasanya anak sudah merasakan sendiri manfaat dari kebiasaan barunya.  Misalnya ia merasa bisa tidur lebih nyenyak dan bangun lebih segar, atau ia merasa sangat senang setiap kali tengah beraktivitas fisik di luar rumah, dan sebagainya.

Tanda bahwa reward sudah mulai bisa dikurangi antara lain jika anak yang mengajak kita terlebih dahulu, atau ia yang mengingatkan kita, atau ia tetap beraktivitas fisik pada jadwalnya meskipun tanpa kehadiran kita.

6. Ajak anak bergabung dalam klub atau komunitas olahraga

Banyak dari anak-anak kita yang sudah menunjukkan minat atau bakat tertentu dalam olahraga. Tak ada salahnya memasukkan mereka ke klub atau komunitas olahraga yang sesuai. Hidral Abdurrahman menambahkan bahwa sebaiknya orang tua tidak langsung berfokus pada prestasi, namun biarkan anak menumbuhkan kesenangan berolahraga terlebih dahulu. Yang penting anak mau bergerak dan mendapat manfaat kesehatannya, tidak harus langsung diarahkan menjadi atlet atau harus juara dalam kompetisi.

Baiklah Sahabat CC, demikian beberapa tips yang dapat kita coba untuk menstimulasi perkembangan motorik kasar anak-anak kita. Jangan lupa, selain olahraga masih banyak pilihan aktivitas fisik lainnya seperti menari, bermain musik, mengeksplorasi lingkungan, bermain di luar rumah, dan lainnya. Yuk, jadikan anak-anak Indonesia anak yang gesit!