Pernahkah Sahabat CC mendengar istilah Perfect Girl Syndrome?

“Pokoknya aku harus mendapat nilai sempurna di semester ini”, “Aduh berat badanku naik lagi nih, aku harus cepet diet biar tetep ideal”. Ayo siapa diantara Sahabat CC apalagi perempuan seringkali berpikir seperti itu? Nyatanya pikiran seperti itu tidak dapat dihindari. Di satu sisi menjadi sempurna bukan hal yang buruk, namun kecenderungan untuk ingin selalu sempurna ini dapat berujung pada Perfect Girl Syndrome. Muncul rasa cemas dan takut untuk mengalami kegagalan, yang berujung berada dalam rasa khawatir secara terus menerus. Pada anak dan remaja perempuan yang selalu ingin merasa sempurna, mereka menjadi tidak merasa senang dan menikmati kehidupannya.

The Perfect Girl Syndrome

Anak dan remaja perempuan yang mengalami perfect girl syndrome pada dasarnya mengalami ketakutan untuk gagal dan selalu ingin jadi yang sempurna. Dalam rangka ingin menjadi yang sempurna, muncul beberapa contoh perilaku dan perasaan seperti

  • Menjadi sangat cemas atau kesal jika membuat kesalahan
  • Menghindari, menunda-nunda, atau mengalami kesulitan mengerjakan tugas dikarenakan ingin menjadi yang sempurna
  • Takut akan rasa malu atau penghinaan atau evaluasi negatif dari orang lain
  • Mudah menyerah
  • Sering menulis ulang tugas karena merasa selalu tidak sempurna
  • Menggeneralisasi kegagalan
  • Berlarut marah ketika hal tidak berjalan sesuai dengan rencana
  • Enggan beresiko, menghindari mencoba hal baru karena takut berbuat kesalahan
  • Menghabiskan waktu secara berlebihan untuk mengerjakan tugas agar mendapat nilai sempurna

Faktor Munculnya Perfect Girl Syndrome

Sikap perfeksionis atau selalu ingin sempurna ini ternyata berasal dari beragam sumber dan muncul karena hasil dari kombinasi faktor bawaan dan lingkungan loh.  Faktor bawaan yang dimaksud adalah temperamen anak sejak kecil, dimana beberapa anak perempuan memiliki perfeksionisme yang terbangun dalam kepribadiannya. Sementara faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi munculnya perasaan ingin selalu sempurna ialah:

  • Pesan yang mereka terima dan dengar tentang sukses, pencapaian, dan kegagalan berperan dalam memahami ekspektasi. Bagaimana orang tua mengatasi kegagalan anak. Misalnya orang tua/guru/atau pelatih yang sangat kritis menunjukan kemungkinan lebih besar anak perempuan menunjukan sikap perfeksionis. Saat anak perempuan merasa orang tua mereka memperhatikan dan mengevaluasi segala hal yang mereka lakukan, mereka belajar untuk harus terus sempurna agar menghindari masukan
  • Mendapat pujian yang berlebihan dan/atau tuntutan yang berlebihan dari lingkungan. Adanya tuntutan nilai yang sempruna, penampilan yang sempurna, performa yang sempurna, atau keharusan dalam membantu orang lain.
  • Cinta dari orang tua yang bersifat kondisional pada pencapaian dan kesuksesan. Anak dan remaja perempuan akan belajar bahwa orang tua hanya memberikan cintanya ketika mereka mendapatkan pencapaian dan kesuksesan saja, misalnya saat nilainya 100 atau mencapai berat badan ideal.
  • Orang tua yang perfeksionis dan dijadikan contoh. Gadis remaja dan anak-anak akan cenderung mencontoh perilaku dari orang tuanya baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Penelitian menunjukan secara biologis anak perempuan memiliki lebih banyak bagian “white matter” (basal ganglia, lapisan berwarna putih) dibandingkan “gray matter” (cerebral cortex, lapisan tipis berwarna abu-abu). Bagian white matter menghubungkan aktivitas otak ke berbagai bagian otak lainnya, termasuk pusat emosi. Lobus otak anak perempuan juga lebih aktif dibandingkan laki-laki, hal ini memungkinkan ada lebih banyak koneksi di otak anak perempuan antara memori dan sensasi. Anak lebih kuat menghubungkan pengalaman mereka dengan perasaan, ingatan, dan indera mereka. Baca lebih banyak tentang perbedaan anak laki-laki dan perempuan di artikel ini. Nah apalagi memasuki usia remaja, emosi memegang peran utama dalam proses berpikir. Ditambah lagi sikap menonjolkan daya tarik, penerimaan, dan merasa normal di lingkungan adalah prioritas utama bagi gadis remaja; sehingga  munculnya perasaan tidak mampu tidak dapat dihindari. Membandingkan diri dengan keberhasilan orang lain dan ingin merasa sempurna menjadi salah satunya.

Dampak Perfeksionis pada Anak dan Remaja Perempuan

Mereka yang perfeksionis/merasa ingin selalu sempurna menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan bagaimana orang lain akan menilai mereka dan bagaimana mereka akan memenuhi harapan mereka sendiri, sehingga mereka akan kehilangan hal-hal penting di masa kanak-kanak. Sikap perfeksionis yang ekstrem kedepannya dapat memicu beberapa gangguan kesehatan mental seperti kecemasan sosial, gangguan makan (eating disorder), depresi, gangguan obsesif kompulsif, dan pikiran untuk menyakiti diri sendiri.

Hal yang dapat dilakukan orang tua

Ada tiga tahapan penting yang perlu diingat:

  1. Ajari: mengajarkan ulang mengenai maksud “sempurna”
  2. Modeling: menjadi contoh untuk anak perempuan dan gadis remaja bahwa semua orang membuat kesalahan, dengan cara menyoroti kesalahan yang pernah kita lakukan
  3. Memberdayakan: Dorong mereka untuk belajar dari kesalahan dan bicara kembali mengenai kekhawatiran di otak mereka yang membuat ia cenderung melebih-lebihkan kesalahan dan mencari hasil yang sempurna 

Dari ketiga tahapan tersebut, ada beberapa kegiatan yang bisa kita lakukan bersama dengan anak dan remaja perempuan:

  1. Bantu anak memberi nama akan hal yang ia rasakan, perasaan ingin menjadi sempurna dan kekhawatiran yang muncul pada dirinya. Ketika kita membantu anak perempuan untuk memahami bagaimana otak mereka terhubung dan mengapa mereka berusaha untuk memenuhi harapan yang tidak masuk akal, mereka dapat mulai mengeksplorasi keterampilan coping adaptif yang dapat mereka gunakan untuk membantu mengurangi pola pikir cemas dan perilaku perfeksionis. Misalnya jelaskan bahwa beberapa anak dan orang dewasa memiliki suara hati untuk melakukan segalanya dengan sempurna. Dimana hal itu membuat mereka sangat kritis terhadap diri sendiri, saat ini terjadi kita akan merasa tidak bahagia, khawatir, merasa kesalahan itu mengerikan dan menakutkan, dan itu menghilangkan kesenangan yang kita lakukan
  2. “Merayakan” kesalahan yang dibuat.  Dalam rangka membantu anak perempuan mengubah pemahaman mereka tentang kesalahan dari “Saya salah” menjadi “Saya sedang belajar”, kita bisa mulai dengan menunjukkan dan merayakan kesalahan dan kegagalan yang pernah dilakukan oleh orang tua. Misalnya menertawakan kejadian Ibu gagal berkali-kali untuk membuat masakan yang enak, yang pada akhirnya ibu menjadi belajar caranya membuat masakan enak.
  3. Hancurkan mitos tentang gadis yang sempurna. Biasanya anak yang cenderung ingin sempurna mereka terlalu membesar-besarkan konsekuensi dan kesalahan yang kecil. Cara terbaik adalah membantu anak perempuan membedah pikiran negatif mereka dan membentuk perspektif dari sisi positif. Oleh karena itu hindari pula memberikan komentar negatif, terutama terhadap bagian tubuh ketika memasuki usia remaja. Tugas kita sebagai orang tua adalah bukan membuat anak perempuan kita kuat sehingga ia bisa melawan balik kejamnya kehidupan; melainkan untuk mendukung dan menolong mereka berkembang sehingga mereka dapat bangkit dari pikiran negatif dan membuat cerita yang baik mengenai masa anak/remajanya. Lihat juga bahasan artikel kami Remaja dan Orang Tua, Teman atau Lawan.
  4. Bantu anak melihat gambaran besar dari proses. Saat ia melakukan kesalahan, ajari anak untuk memahami proses, mengubah pikiran negatif kegagalan menjadi pikiran positif. Bantu anak melihat gambaran besar.  Pada anak dan remaja putri yang cenderung ingin sempurna, mereka fokus pada gambaran kecil yaitu hasil dari yang dituju tanpa melihat gambaran besarnya.  Ajak ia untuk melihat gambaran besar, bahwa untuk mendapatkan hasilnya membutuhkan banyak proses sehingga saat gagal bukan berarti sebuah akhir. 
  5. Ajak anak berpikir positif dengan cara menuliskan kekuatan-kekuatan yang mereka miliki sehingga ia dapat mengalihkan fokus kepada sifat unik dan kualitas positif mereka

Itu dia Sahabat CC bahasan seputar Perfect Girl Syndrome. Semoga bahasan ini semakin mencerahkan kita bahwa hasil yang sempurna bukanlah tujuan utama. Yuk kita bantu anak-anak dan remaja perempuan untuk semakin lebih mencintai dirinya dan mencintai proses menuju keberhasilan. Selamat berkembang bersama si gadis.

Sumber Bacaan:

Hurley, Katie. 2018. No More Mean Girls: The Secret to Raising Strong, Confident, and Compassionate Girls. New York: TarcherPerigee

Image by jbundgaa from Pixabay