Sahabat CC, siapa nih yang kalau hadir dalam sebuah pesta pernikahan, selalu mendoakan agar sang pengantin segera diberi momongan? Sangat wajar ya, karena memiliki serta membesarkan anak juga adalah bagian dari tahapan perkembangan manusia. Tapi ternyata banyak diantara kita yang menganggap bahwa punya anak tidak perlu persiapan atau pemikiran yang matang karena sudah merupakan hal yang alami. Padahal dengan persiapan yang cukup, orang tua dapat memberikan pengasuhan yang baik, termasuk mengoptimalkan potensi dan perkembangan anak.

Melalui Teori Psikososial, psikolog perkembangan Erik Erikson (1902-1994), membagi tahap kehidupan manusia ke dalam 8 bagian. Khusus untuk usia dewasa diawali dengan tahapan “Intimacy versus isolation” dimana individu mulai mengembangkan relasi intim dengan orang lain, termasuk dalam tahapan ini adalah menikah. Setelah itu individu akan memasuki tahapan “Generativity versus stagnation”. Di tahapan inilah manusia mulai menurunkan warisan ke generasi selanjutnya, bisa dalam bentuk memiliki dan membesarkan anak, mengurus maupun menunjukkan kepedulian kepada orang lain/ lingkungan, maupun bekerja produktif.

Nah, bagi pasangan yang sepakat untuk memiliki anak, inilah 6 (enam) hal yang perlu dipersiapkan sebelumnya:

  • Memastikan calon ayah dan calon ibu sudah yakin dan siap mental

Keyakinan dan kesiapan mental tidak mutlak dipengaruhi usia, namun lebih banyak dipengaruhi pengalaman, pengetahuan, serta karakter dari pasangan suami istri. Kesiapan mental ini sangat penting, karena orang tua yang sudah siap akan lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan atau masalah yang timbul saat hadirnya buah hati. Contohnya, ibu yang belum siap untuk memiliki anak dapat saja mengalami baby blues atau post partum depression yang lebih parah daripada ibu yang secara mental sudah siap. Contoh di sisi laki-laki, ayah yang sudah siap memiliki anak bisa jadi lebih bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak. Ada pula yang bersedia membantu ibu melakukan tugas-tugas domestik termasuk menggantikan popok anak, mengajak anak bermain, mencuci atau menyapu rumah saat ibu tengah mengurus anak, dan sebagainya.

  • Memastikan kesehatan dan riwayat penyakit calon ayah dan calon ibu.

Kita tentunya menginginkan buah hati yang sehat dan tumbuh dengan baik. Praktisi kedokteran menyarankan untuk melakukan beberapa tes diantaranya tes darah (dapat mendeteksi kelainan genetik seperti cystic fibrosis, penyakit Tay-Sachs, atau anemia sel sabit), tes gula darah, tes sel telur dan sperma, hingga tes hormon (sumber).

  • Menyamakan visi dan misi antara Ayah dan Ibu.

Tahapan ini tak kalah pentingnya karena membesarkan anak adalah pekerjaan seumur hidup. Tak jarang perbedaan visi dan misi antara suami istri bisa memicu pertengkaran yang berujung pada ketidakpuasan bahkan perceraian.

Calon ayah dan calon ibu bisa meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai berapa jumlah anak yang diinginkan, seperti apa lingkungan yang akan disiapkan untuk mereka, nilai-nilai apa yang ingin ditanamkan kepada anak, dan sebagainya.

Proses diskusi ini tentu tidak cukup sekali, akan terus berlangsung sampai anak lahir dan tumbuh besar. Kesepakatan yang telah dibuat juga dapat mengalami penyesuaian dan perubahan sesuai apa yang dihadapi keluarga di depannya. Namun sangat penting untuk menetapkan visi dan misi jangka panjang sejak awal, agar proses pengasuhan lebih terarah dan kedua orang tua lebih kompak dan lebih cepat mencari solusi jika sewaktu-waktu muncul masalah.

  • Menyiapkan rencana keuangan untuk kebutuhan anak di masa depan.

Semua orang sepakat bahwa membesarkan anak membutuhkan persiapan finansial. Karena itu calon ayah dan ibu perlu memikirkan dan membuat rencana keuangan. Bentuknya tentu berbeda-beda, namun untuk memudahkan bisa dengan membagi ke dalam beberapa rentang waktu (timeline). Misalnya biaya pra-kehamilan, biaya saat kehamilan, biaya persalinan, hingga biaya pasca kelahiran. Jangan lupakan juga biaya-biaya jangka panjang, seperti biaya asuransi dan pendidikan.

  • Memahami aspek-aspek perkembangan anak dan bersedia belajar terus tentang parenting.

Membesarkan anak tentu bukan hanya urusan menyediakan makanan dan menyekolahkan mereka, namun bagaimana membuat anak berkembang optimal sesuai potensinya dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat mental dan siap menjalani kehidupannya dengan baik.

Selain faktor keturunan, pola asuh yang dialami seorang anak berpengaruh besar kepada perkembangan kepribadian dan karakternya sepanjang hidupnya. Orang tua yang paham aspek perkembangan anak, bisa memberikan stimulasi yang dibutuhkan sesuai usianya. Misalnya, saat paling tepat untuk mengajari anak mengenal emosi adalah di usia 3 tahun. Atau sebaiknya kita rajin mengajak anak berbicara sejak bayi karena kosakatanya akan berkembang pesat mulai usia 2 tahun.

Naluri untuk mengasuh dan memberikan kasih sayang kepada anak memang alamiah dan dapat muncul dengan sendirinya, namun dengan terus memperbarui ilmu parenting, orang tua dapat mendukung perkembangan optimal anak.

  • Berkomitmen untuk mengasuh dan membesarkan anak bersama-sama sesuai peran yang disepakati.

Bisa jadi, komitmen ini adalah kunci agar proses mengasuh anak dapat berjalan sesuai rencana. Pembagian peran suami istri bisa berbeda untuk setiap pasangan, namun yang jelas tanggung jawab membesarkan anak ada di tangan keduanya. Penting pula untuk membicarakan seberapa fleksibel ayah dapat mengisi/ menggantikan peran ibu (atau sebaliknya) di waktu-waktu tertentu.

6 (enam) persiapan sebelum punya anak di atas adalah yang sangat mendasar. Setiap pasangan bisa saja menambahkan atau mengurangi daftarnya, tergantung pada kondisi dan pengalaman calon ayah dan calon ibu. Yang pasti memiliki anak adalah anugrah bagi yang mendambakannya, namun juga membutuhkan komitmen dan kesadaran penuh untuk mendampingi mereka agar tumbuh menjadi orang dewasa yang berkembang optimal sesuai potensinya.

Kontak tim psikologi ChildrenCafe untuk memahami perkembangan anak Anda dan stimulasi apa yang dibutuhkan di usianya saat ini.