Sahabat CC, menghadapi anak yang mudah marah tentunya sangat menguji kesabaran ya! Sering kali orang tua ikut merasa marah sehingga akhirnya percekcokan antara orang tua dan anak pun tidak bisa dihindari. Lalu, sebenarnya bagaimana sih memahami karakter dan kebutuhan anak yang mudah marah agar kita bisa menghadapinya dengan tepat?

Memahami Kemarahan Pada Anak

Sebenarnya marah merupakan salah satu emosi yang wajar dirasakan oleh siapapun dan merupakan hal yang normal terutama jika diekspresikan dengan cara yang tepat. Hanya saja, anak masih kesulitan untuk mengekspresikan kemarahannya secara tepat. Hal ini misalnya ketika anak bertengkar dengan teman saat bermain atau anak selalu berargumen saat dilarang melakukan aktivitas yang mereka sukai. Sebagian anak sering kali tidak sabar atau bahkan terlihat agresif. Tidak jarang menghadapi anak yang pemarah pun membuat orang tua sering kali merasa kesal.

Dalam artikelnya, Amanda Morin menyebutkan bahwa kemarahan pada anak berkaitan dengan kondisi frustasi anak atas hal yang terjadi di luar kendalinya. Reaksi marah pada anak biasanya tidak dilakukan dengan sengaja. Biasanya anak marah karena belum memiliki keterampilan yang memadai untuk mengendalikan apa yang ia rasakan. Di sisi lain, kondisi anak yang frustasi juga bisa berkaitan dengan kebutuhan emosinya yang belum terpenuhi namun ia belum mampu mengkomunikasikannya. Lalu, apa saja yang menjadi kebutuhan emosi anak?

Mengenal 5 Kebutuhan Emosi Anak

Memiliki anak yang mampu mengendalikan emosinya tentu saja merupakan harapan para orang tua. Namun orang tua sering kali tidak menyadari bahwa di balik anak yang marah ada kebutuhan emosional yang belum terpenuhi. Berikut ini merupakan 5 kebutuhan emosi anak yang perlu dipenuhi (Newmark, 1999):

  1. Kebutuhan Untuk Dihargai

Anak memiliki kebutuhan untuk dihargai, hal ini biasanya tercermin dari bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anak. Anak yang diperlakukan dengan penghargaan, maka ia akan memiliki penilaian yang juga positif mengenai dirinya dan juga pada akhirnya bisa menghargai orang lain. Misalnya saat orang tua sibuk, lebih baik katakan “Maaf Nak, Ibu sedang menyelesaikan pekerjaan  sekarang” dibandingkan dengan “Jangan ganggu Ibu, Ngga bisa liat Ibu lagi sibuk?”.

  • Kebutuhan Untuk Merasa Dirinya Penting dan Mampu

Dalam aktivitas sehari-hari, anak perlu mengembangkan perasaan bahwa ia mampu untuk melakukan berbagai hal sendiri. Hal ini bisa berkembang jika anak dipercaya untuk bisa melakukannya. Batasan yang terlalu banyak bisa membuat anak merasa frustasi dan mengekspresikannya dengan kemarahan.

  • Kebutuhan Untuk Diterima

Anak memiliki kebutuhan untuk diterima perasaannya. Menerima apa yang dirasakan anak berarti menyadari bahwa sebagai individu, anak juga bisa merasakan berbagai emosi dan orang tua perlu memahami dan mendiskusikan bersama anak, bukan menekan atau mengabaikan apa yang anak rasakan. Jika orang tua tidak memahami apa yang anak rasakan, maka anak berpotensi untuk menunjukkan perilaku yang tidak tepat atau perilaku destruktif.

  • Kebutuhan Untuk Dilibatkan

Anak memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu aktivitas atau hal lainnya. Terkadang orang tua merasa anak masih terlalu kecil sehingga tidak dilibatkan misalnya dalam percakapan tertentu. Memang benar anak tidak bisa dilibatkan dalam semua hal. Oleh karenanya orang tua perlu melakukan upaya lebih untuk bisa melibatkan anak sebanyak mungkin dalam aktivitas keluarga. Jika tidak bisa dilibatkan sama sekali, berikan penjelasan yang mudah ia pahami mengapa ia tidak dilibatkan. Hal ini bisa meminimalisir kemungkinan anak merasa kecewa dan marah karena tidak dilibatkan. 

  • Kebutuhan Untuk Merasa Aman

Membuat anak merasa aman berarti menciptakan lingkungan dimana anak merasa dilindungi, dicintai, namun dengan batasan aturan yang jelas. Ini merupakan hal yang menantang bagi orang tua untuk menciptakan keseimbangan antara memberikan kebebasan kepada anak dan di saat yang bersamaan juga mengontrol perilaku anak. Terlalu banyak memberikan kebebasan bisa membuat perilaku anak kurang terkendali namun terlalu banyak batasan juga bisa membuat anak tertekan. Oleh karenanya membangun batasan yang jelas disertai dengan kasih sayang yang tulus diharapkan bisa membuat anak merasa aman.

Menghadapi kemarahan anak berarti orang tua pun perlu terlebih dahulu mengenali emosinya sendiri. Menghadapi kemarahan anak dengan kemarahan orang tua tentu tidak menyelesaikan masalah. Jadi, pastikan orang tua pun sudah menemukan cara untuk mengatasi emosi negatif yang sedang dirasakan. Kunjungi artikel kami lainnya untuk menemukan cara mengasuh tanpa stress.

Referensi:

Newmark, Gerald. 1999. How to Raise Emotionally Healthy Children. California: NMI Publisher

Foto oleh Stephen Andrews dari Pexels