Sahabat CC,
Sebagai orang tua yang memiliki anak usia 9–11 tahun (Anak Madya), saat ini saya mulai berpikir tentang hal-hal apa saja yang harus saya persiapkan untuk bekal anak sulung saya. Anak sulung saya, saat tulisan ini dibuat, berusia 10 tahun, dan duduk di bangku kelas 5 SD.
Dari beberapa referensi buku yang saya baca, saat ini kita berada pada zaman yang disebut dengan zaman VUCA. VUCA adalah singkatan dari kata “Vulnerable, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity”, atau dapat diartikan zaman yang “Rapuh, Tidak pasti, Rumit dan Rancu”.
Pada zaman ini banyak fenomena yang terjadi, yang kalau kita lihat dari kacamata orang tua, seringkali bertentangan dengan norma. Banyak contoh, misalnya anak SD ke sekolah mengendarai sepeda motor orang tuanya, anak bertindak tidak sopan kepada orang yang lebih tua, atau sebaliknya orang tua yang kekanak-kanakan dan lain sebagainya. Menghadapi kondisi tersebut, menurut saya seorang Anak Madya harus dibekali dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan yang berlandaskan pada agama. Pegangan yang jelas, membuat anak dan orang tua memiliki referensi yang sama.
Sebagai Ayah, saya sangat sadar bahwa saya tidak bisa membendung informasi yang datang dari luar. Saya hanya bisa berusaha melakukan filter-filter informasi, yang dengan kecerdasan anak-anak jaman sekarang, filter-filter tersebut bisa jadi porak-poranda tidak berguna. Maka pertahanan saya berikutnya tidak lain adalah jalinan komunikasi yang terbuka dengan anak sulung saya.
Dalam berkomunikasi dengan si sulung, saya berusaha untuk berdiri sejajar dengannya. Saya merepresentasikan diri saya yang pernah menjadi anak yang seusia dengannya, namun dengan perkembangan teknologi masa kini. Saya akan berbagi cerita tentang apa yang saya hadapi dulu ketika seusia dengannya, dari perbedaan inilah kemudian diskusi yang hangat bisa terjadi di antara kami. Tak jarang saya pun menyelipkan guyonan-guyonan segar yang ia sukai, agar suasana komunikasi berlangsung dengan cair.
Karakter pribadi si sulung yang sensitif namun sekaligus playful, seringkali mengakibatkan ‘mood swing’ mudah terjadi pada dirinya. Seringkali ini menguji kesabaran saya. Saya harus pandai-pandai mengelola perasaan saya, dan memilih tindakan yang tepat, dan itu tidaklah mudah.
Sahabat CC,
berdasarkan pengalaman saya, hal terpenting dalam proses tumbuh kembang anak madya adalah orang tua bisa menempatkan diri sebagai sahabat, dimana anak merasa nyaman untuk bertanya, bercerita dan berbagi pendapatnya. Pada fase ini kemampuan komunikasi anak sudah mampu melakukan komunikasi dua arah.
Pada artikel bagian kedua nanti, akan saya paparkan sejumlah ciri Anak Madya, meliputi ciri khas fisik, mental, emosi, dan sosial, yang sebagian besar juga sudah terlihat pada diri anak sulung saya. Sampai bertemu di artikel selanjutnya.