Perbedaan pendapat di dalam keluarga merupakan hal yang lumrah terjadi. Kondisi ini bisa terjadi antara anak dengan salah satu orang tua, anak dengan kedua orang tua, atau justru antara ayah dan ibu. Sebagai contoh, Farrel (12 tahun) yang tahu bahwa ayahnya sangat tidak setuju jika ia memiliki komputer sendiri di kamarnya. Dia mencoba untuk memberikan alasan yang meyakinkan bahwa ayah harus mempertimbangkan kembali pendapatnya dengan mengatakan, ”Kata Ibu, aku boleh”.

Terlepas dari bagaimana kondisi suatu pernikahan atau seberapa sering anda dan pasangan memiliki pendapat yang senada, perbedaan mengenai beberapa hal merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Dan ketika berkaitan dengan pengasuhan anak, ada banyak area yang dapat menjadi sumber perdebatan: apa yang boleh dimakan, kapan waktu untuk tidur, jenis games dan film yang dibolehkan, apakah anak sudah cukup umur untuk bisa menginap di rumah teman atau memiliki hp sendiri, dan masih banyak lagi. Apa yang bisa dilakukan ketika Ayah mengatakan iya dan Ibu mengatakan tidak?

Pada sebagian keluarga, salah satu orang tua yang mengambil keputusan akhir. Seperti diungkapkan seorang ayah, cara tersebut dilakukan untuk “menghindari ketegangan”. Ayah yang lain mengatakan bahwa terkadang ia membiarkan istrinya mengambil keputusan namun kemudian ia sesali dan berujung pada pertengkaran. Contohnya setelah ia melihat putranya menonton TV selama 3 jam tanpa henti dan ia ingin menegur namun istrinya melarang.

Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua ketika berbeda pendapat :

  1. Diskusikan dengan pasangan mengenai apa saja yang dibolehkan untuk anak. Ayah dan Ibu bisa mengajukan apa saja yang dianggap penting untuk disepakati dan diterapkan. Misalnya bolehkah anak mengonsumsi makanan tertentu atau berapa lama anak boleh memainkan gadget. Kesepakatan yang diambil misalnya adalah tidak menyediakan permen di rumah dan waktu anak bermain gadget hanya 30 menit di hari minggu saja.
  2. Jika anak meminta sesuatu yang belum dibicarakan sebelumnya, Ayah atau Ibu bisa mengatakan kepada anak bahwa hal ini perlu dibicarakan terlebih dahulu. Cara ini memberikan waktu kepada orang tua untuk mendiskusikan masalah dan menyepakati bagaimana mengatasi dan menjelaskannya kepada anak.
  3. Jika situasinya sesuai dan memungkinkan, orang tua bisa melibatkan anak dalam proses pencarian solusi. Dengan cara ini, semua pihak dapat merasa puas karena merasa didengarkan dan berkompromi dalam mengambil keputusan.

Mari kita tengok kembali situasi Farrel yang ingin mendiskusikan kembali keinginannya dengan orang tua. Ia berjanji bahwa jika memiliki komputer di kamar, dia akan mengerjakan PR terlebih dahulu dan hanya akan chatting dengan teman jika ada waktu luang. Ia juga mengatakan akan memasang block pada situs chatting atau website yang tidak dibolehkan. Dari contoh ini dapat kita lihat, meskipun orang tua tetap merasa bahwa penempatan komputer di kamar masih belum bisa diterima, akan tetapi mereka sudah melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan mengenai dimana letak komputer dan bagaimana menggunakannya. Selama beberapa hari, orang tua dapat mengecek bahwa Farrel menunjukkan tanggung jawabnya yaitu mengerjakan PR terlebih dahulu.

Ketika Ayah atau Ibu berhadapan pada situasi dimana salah satu dari orang tua mengatakan “ya” dan yang lain mengatakan “tidak”, ingatlah untuk bernegosiasi dan berkompromi. Ketika kita berpikir dengan kreatif sebagai keluarga, sebuah solusi seringkali lebih dekat untuk didapatkan.

Sumber:
Shure, Myrna B. 2005. Thinking Parent, Thinking Child: How to Turn Your Most Challenging Problems into Solutions. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.